Jumat, 28 November 2008

JEMBATAN TAKDIR ANTARA AKU DAN KAU

Firdaus duduk tenang melamun di sudut sekolah. Matanya menyapu bersih seluruh benda yang ada di hadapannya. Lubang semut pun tak luput dari pandangannya. Lama-lama ia termakan lamunan yang tiada arti. Meratapi hidupnya yang sunyi, tenggelam dalam lautan kesedihan, tersesat di belantara kehidupan, terjebak di samudra kebimbangan.
Padahal Firdaus sudah memilih Febi sebagai orang yang paling disayangi. Tapi kenapa Firdaus masih bimbang dengan pilihannya itu ? Walau Firdaus tahu bahwa “Allah mengetahui apa yang terbaik bagi seluruh mahluk ciptaan Nya”. Apakah ini yang terbaik yang di berikan Allah kepada Firdaus ?
Tiba-tiba Firdaus tersentak seseorang memukul punggungnya dengan keras. Namun Firdaus tidak bergeming. “Eh Firdaus, ngapain bengong di sini, nanti ayam tetangga mati lho” ujar pemuda itu sambil mengambil posisi duduk di sebelah kanan Firdaus. Namun Firdaus diam seribu bahasa. “Percuma kalee di tutup-tutupin segala, semua juga sudah pada tahu kok tentang hubunganmu dengan Febi” sindir pemuda itu. Raut muka Firdaus langsung berubah ketika pemuda itu mengatakan “semua sudah pada tahu hubunganmu dengan Febi”. “Hassan Sudah..! Jangan menggangguku!” kata Firdaus kesal. “Eh … eh tunggu dulu aku kesini justru mau nawarin bantuan untuk ngedapetin Febi, mau nggak ?” kata Hassan. Firdaus berfikir sejenak, dia memang senang dengan tawaran dari temannya itu. Tapi Firdaus tetap merasa bimbang. “Aku pikir-pikir dulu deh. Sebelumnya terimakasih ya telah menawarkan diri untuk membantu ku” jawab Firdaus agak ragu.
TEEEEET! Bel tanda masuk berbunyi keras. "Baiklah Hassan, kita bertemu nanti setelah pulang sekolah di pintu gerbang, oke?" kata Firdaus. Hassan membalasnya dengan acungan jempol.
Di kelas, Firdaus hanya melamun saja. Pelajaran yang di ajarkan oleh guru tidak masuk ke dalam otaknya, hanya masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri. Tak ada yang bisa Firdaus pikirkan kecuali Febi seorang. Akibatnya, teman sebangku Firdaus harus menjadi korban, meminjamkan catatannya kepada Firdaus agar dia tidak tertinggal pelajaran tanpa harus melupakan Febi. Teman sebangkunya hanya bisa pasrah menghadapi ujian ini. Sementara itu Firdaus sedang enak-enakan memikirkan tawaran Hassan. "Terima ... tolak ... terima ... tolak" hal ini lah yang sedang mengalir di pikiran Firdaus.

Waktu terus bergulir tak terasa jam sekolah pun usai. Firdaus keluar dari kelasnya, Akhirnya dia memilih untuk menerima tawaran Hassan. Walau pun begitu Firdaus masih saja bimbang dengan pilihannya, karena dia juga tidak ingin mengecewakan sahabatnya itu. Dengan mengepal tangannya kuat-kuat dia memantapkan niatnya, lalu berjalan menuju gerbang sekolah dengan pasti sambil menggendong tas ranselnya yang cukup berat.
Di gerbang sekolah Hassan sudah menunggu sambil membaca sesuatu yang terlihat seperti buku catatan. Perasaan Firdaus jadi tidak enak. Namun sebagai laki-laki, Firdaus tidak boleh takut melangkah. Busungkan dada, maju ke hadapan. Itulah yang harus di perlihatkan oleh laki-laki sejati, pikirnya dalam hati.
"Assalamulaikum," sapa Firdaus dengan mantap. Hassan menurunkan bukunya dan menggenggamnya erat-erat. "Waalaikumssalam," balas Hassan tersenyum dengan tatapan penuh rahasia kepada Firdaus. Perasaan tidak enak Firdaus makin menjadi-jadi. "E..hmm, jadi bagainana pilihanmu," tanya Hassan masih memperlihatkan wajah yang mencurigakan. Dengan rela menanggung konsukuensi yang akan terjadi, Firdaus mengucapkan "Baik, aku terima tawaranmu."
Buku yang tadi di genggam erat-erat kini di sodorkan kepada Firdaus Dengan penuh penghayatan seperti Sang Guru memberikan kitab sakti kepada muridnya, Hassan berkata, “terimalah ini”. Perasaan tidak enak Firdaus sekarang menjadi kenyataan. “Apaan nich ?” dengan kalemnya Hassan menjawab “Ini adalah buku untuk menaklukan hati wanita, Sudah terbukti ampuh, pelajari dengan baik dan jangan disalahgunakan, selamat mencoba, oke?” kata Hassan sambil menepuk lembut pundak Firdaus.
“Serius nich ?” tanya Firdaus. “Ya iyalah masa ya iya dong, ini kan di sekolah bukan di sekodong ?” jawab Hassan. “Ha… ha… ha… oke deh, aku akan mempelajari ini baik-baik,” kata Firdaus mantap. Hassan kembali mengacungkan jempol sambil tersenyum untuk meyakinkan Firdaus. Mulai sekarang Hassan resmi menjadi pemandu pejalanan cinta bagi Firdaus. “Pulang yuk” kata Firdaus polos kepada Hassan yang sedang bergaya. “ya elah, kau merusak bagian kerennya tahu” kata Hassan sebel, karena gaya terkerennya dikacangin oleh Firdaus. Firdaus hanya bisa memakluminya. “Ya udah, maaf kalo begitu, tapi ayo pulang, aku duluan ya!” kata Firdaus meninggalkan Hassan yang masih bergaya. Setelah Hassan sadar ternyata Firdaus sudah jauh pergi meninggalkannya. “Hei Firdaus! Tungguin aku dong” teriak Hassan mengejar Firdaus. Anak-anak yang melihat hanya geleng-geleng kepala.
Tok tok tok. Firdaus mengetuk pintu sembari mengucapkan salam. Setelah beberapa detik akhirnya munculah sosok yang sangat familiar. Itu adalah ibunya. “Bagaimana di sekolah, ada kemajuan?” Tanya ibunya dengan rasa sayang. “Baik...” kata Firdaus sambil menggenggam buku yang di berikan Hassan. “Aku langsung ke kamar ya, kalau ada sesuatu tinggal panggil saja” kata Fidaus sambil menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
Braak! Firdaus melempar tas ranselnya di dekat meja belajar, langsung menuju kasur dan berbaring di atasnya. Lalu dengan santai membuka buku yang di berikan Hassan. Di halaman pertama terdapat tulisan “Buku Cinta Hassan” dengan gaya tulisan yang sangat romantis. Ditulis menggunakan spidol merah muda. “Ternyata dia romantis juga ya” pikir Firdaus yang masih memandang tulisan yang seharusnya tidak usah di perhatikan dengan serius.
Firdaus membuka halaman berikutnya. Halaman itu bertuliskan "JADILAH COWOK YANG GENTLE UNTUK MENAKLUKKAN HATI CEWEK”. “Aneh... Apa sich maksudnya? Tanya Firdaus dalam hati. Selanjutnya ada lagi tulisan yang berbunyi “BAB 1. PEKRENALAN (Ta’aruf)”. Di bawahnya tertulis, “sebelum kamu menjadi pacar cewek yang kamu suka, kamu harus mengenal dia lebih banyak seperti :
1. Kamu harus tau namanya (pastinya).
2. Kamu harus tau nama orang tuanya, saudaranya, sampe buyutnya agar kamu bisa lebih dekat dengannya.
3. Kamu harus tau apa yang dia suka, agar kamu gampang ngasih dia hadiah pas dia ultah.
4. Kamu harus tau kriteria cowok yang dia mau.
5. Kamu harus tau makanan, minuman, warna favorit dan apa saja yang dia suka. Dan yang paling penting adalah nomor 6.
6. Kamu harus punya penghubung antara kamu dan dia. Kalo bisa adik perempuanmu. Karena kalo temen kamu cewek yang deket sama dia dan bisa membuat cemburu. ngeliat kamu deket sama cewek lain.
Firdaus sangat tertarik pada nomor 6. Mungkinkah adik perempuannya yang bernama ‘Fitriyah’ bisa membantu dalam permasalahan ini ? Firdaus akan menanyakan itu besok saat shalat subuh.
Beberapa jam berlalu. Firdaus telah sepenuhnya mempelajari buku yang di berikan oleh Hassan. Bahkan Firdaus sudah hafal semua isinya. Sekarang tinggal mempraktekannya.
Firdaus mengambil 1 buku kecil sejenis notes dan sebuah pulpen. Setelah itu langsung membuat Check List. Yang tidak lain berbunyi “1. Kenal nama cewek”. Di bawahnya lagi “2. kenal orang tuanya hingga buyutnya”. Namun dari banyak pernyataan tersebut. Yang diisi hanya nomor 1. Yang lainnya dikosongkan. Karena Firdaus tidak tahu informasi lainnya selain nama. Mungkin ini lah misi pertama bagi Firdaus dan juga Hassan sang ‘pemandu asmara’.
Saat Firdaus sedang terlelap. Tiba-tiba sentuhan hangat terasa di tubuh Firdaus. Sentuhan hangat itu seperti membangunkannya. Seraya berkata,“Kak, bangun kak, sudah subuh tuh”. Dengan perlahan Firdaus membuka matanya. Ia melihat sosok cantik selain ibunya. “Kak, bangun kak sudah subuh” sosok itu kembali mencoba membangunkanya. Akhirnya mata Firdaus terbuka dengan sempurna dan bisa melihat dengan jelas. Terlihat sosok Fitriyah yang sudah memakai perlengkapan shalatnya. “Bangun woy, udah subuh masa belom bangun juga” kata Fitriyah mulai kesal. “Iya, iya, aku bangun” kata Firdaus bangkit dari tempat tidur dan langsung keluar dari kamar bersama adiknya yang tercinta.
Setelah Firdaus mandi dan wudhu ia langsung ke kamarnya untuk shalat subuh. Setelah shalat ia teringat dengan rencananya untuk meminta bantuan kepada Fitriyah untuk mendapatkan hati Febi. Mungkin masih sempat saat makan pagi.
Setelah beberapa puluh menit berlalu. Akhirnya Firdaus dipanggil untuk makan pagi, atau biasa di sebut sarapan. Di meja makan yang berbentuk segi empat sudah tersedia beberapa macam makanan. Fitriyah berada tepat di depan Firdaus. Ayah dan Ibu mereka juga duduk berhadap-hadapan. Sarapanpun dimulai. Firdaus makan dengan rakusnya. Tak tahu apa yang merasukinya hingga makanan yang ada hadapannya langsung habis tak berbekas. Setelah mengahabiskan sarapan. Ayah Firdaus langsung pergi ke kantor setelah pamitan dengan keluarganya. Sedangkan ibunya membereskan meja lalu menuju ke dapur untuk mencuci piring.
Kesempatan untuk meminta pertolongan kepada adiknya pun terbuka lebar seperti lapangan sepak bola. “Fit, boleh aku minta sesuatu nggak” kata Firdaus menatap adiknya yang cantik itu. “Bantuan apa sich ? ngerjain PR ? apa biasa, minta digarukin punggungnya ?” Tanya Fitri penasaran. “Serius nich Aku pengen minta bantuan kamu, untuk jadi penghubung aku dan Febi, kan kamu teman sekelasnya.” kata Firdaus berterus-terang. Fitriyah melamun sekitar 1 menit untuk befikir. “Oke deh kak” balas Fitri singkat sambil menjentikan jari. Perasaan Firdaus jadi makin tenang. “Makasih ya Fitri, kamu manis deh, apalagi kalo ditambah gula” kata Firdaus bercanda. “Ah, kakak bisa aja deh” kata Fitri manja. Firdaus hanya terseyum mendengar ucapan Fitri.
Firdaus tiba di gerbang sekolah dengan menggendong ransel., sembari memegang buku yang di berikan Hassan. Tiba-tiba mata Firdaus menangkap sosok seorang seorang cewe. Dia adalah ‘Febi’. “Dosa kak!” kata Fitri mendorong tubuh Firdaus dari belakang. “zinah mata tau” omel Fitri. “Iya, iya deh. Emang sih kalo dilihat dosa…” sangkal Firdaus. Muka Fitri menampakan tanda puas. Tapi itu bukan kata-kata terakhir yang di lontarkan Firdaus. “Tapi kalo gak di liat kan mubazir” lanjut Firdaus polos. Senyuman Fitri pudar. Bahkan hilang tak berbekas. Fitri langsung pergi meninggalkan Firdaus dengan perasaan kesal.
Tidak jauh dari tempat itu ada Hassan yang sedang duduk dengan santainya. “Assalamulaikum, apa kabar wahai sahabatku Hassan?” sahut Firdaus dari kejauhan kepada Hassan. “Waalaikumssalam, baik sahabatku Firdaus” jawab Hassan sambil mengambil posisi berdiri. “Hassan sebenarnya aku ingin minta pertolongan. Aku ing..” kata Firdaus langsung di potong. “Stop dulu, biar aku yang tebak. Kau ingin tahu kan tentang apa yang dia suka, iya kan?”. Itu mah gampang, nanti istirahat pertama aku tunggu di gerbang sekolah.” kata Hassan meyakinkan Firdaus. Tapi sepertinya Firdaus belum sepenuhnya percaya.
Firdaus meninggalkan Hassan sendirian. Sepertinya mood Firaus sedang buruk sehingga malas untuk melanjutkan pembicaraan itu. Firdaus berjalan ke kelas dengan hampa.
Firdaus menatap papan tulis dengan pandangan yang membosankan. Ia hanya menangkap sebagian dari pelajaran yang di ajarkan. Apalagi ini adalah pelajaran matematika yang sangat ia benci. Pikirannya melayang tak tahu arah. Firdaus hanya berharap semoga Fitriyah dapat menjadi penghubung yang baik.
Sementara itu. Fitriyah di kelasnya sedang mencoba berkomunikasi dengan Febi tanpa terlihat oleh guru dengan cara ‘surat-suratan kertas’. Cara kuno yang selalu ampuh untuk mengelabui mata guru. Fitri menulis “Feb, tau nggak kalo kakakku suka sama kamu” di atas potongan kertas yang di robeknya dari buku tulis. Dan memberikannya kepada Febi yang berada tepat di belakang Fitri. Febi menerima potongan kertas tersebut. Ia sangat terkejut ketika membuka isinya. Terutama di kata-kata “kakakku suka kamu”. Fitri sendiri tidak percaya bahwa kakaknya menyukai Febi. Lalu Febi menjawab di belakang potongan kertas itu . “bener neh, kamu bo’ong ya? mana mungkin kakakmu bisa suka sama aku”. Lalu potongan kertas itu di oper kan lagi ke Fitri. Fitri menerimanya dengan tangan kanannya yang disembunyikan. Fitri membaca isinya. Dan merobek kertas baru untuk menuliskan jawabannya. Sekarang cara untuk menyampaikan pesan itu berbeda. Fitri pura-pura mengambil sesuatu yang ada di tasnya yang berada di belakangnya. Padahal dia sedang memberikan sebuah potongan kertas. Febi menerimanya. Kertas itu bertuliskan “Kita bertemu di suatu tempat, di sini terlalu susah untuk berkomunikasi”. Setelah membaca tulisan itu Febi mencolek pundak Fitri dan membisikan “Oke, saat istirahat pertama di kantin ya?”. Fitri meresponnya dengan senyuman narsis. Tapi senyuman narsis itu memudar ketika bel istirahat pertama mengaggetkan Fitri.
Di gerbang sekolah Hassan sudah menunggu dengan santainya. Dia memang tidak pernah merasa tegang. Walaupun di keadaan yang genting sekalipun. Akhirnya Firdaus datang dengan langkah berat. “Assalamualaikum,” ucap Firdaus. “Waalaikumssalam”, Firdaus, kenapa langkahmu begitu? Kayak abis ditimpa gajah aja” Tanya Hassan sambil cekikikan. “Dasar kamu, senang sekali tertawa di atas penderitaan orang lain. Abis belajar matematika neh” jawab Firdaus. “Segitu beratnyakah ?” ujar Hassan prihatin sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Baiklah. Aku sudah menulis daftar kecil ini,” Hassan menyodorkan kertas yang bertuliskan “Hobby : baca komik, main computer, dengerin musik, coret-coret, usilin orang, dan masih banyak lagi yang harus kamu cari sendiri. Warna Favorit : biru, hitam, putih, dan hijau. Cita-cita : dokter hebat, dan atlet silat….”. Perasaan buruk yang tadi menghantui Firdaus hilang seketika. “Oh ya, ada sebuah berita yang mungkin bisa membuat mu lebih dekat dengan Febi” kata Hassan menyodorkan sebuah brosur yang bertuliskan. “Konser Musik Amatir. Diselenggarakan oleh OSIS di lapangan, pada tanggal 13 maret Semua boleh datang”. Hal inilah yang membuat pelangi hati Firdaus jadi lebih berwarna.
Firdaus menjemput Fitri ke kelasnya. Di kelas tampak Fitri yang menunggu dengan setia kedatangan kakaknya. Eh, ternyata bukan hanya Fitri saja yang masih berada di kelas. Namun Febi juga ada, dan beberapa anak lainnya yang belum pulang. Dia sedang membicarakan seusuatu. “Assalamualaikum” sapa Firdaus memasuki kelas itu. Pembicaraan empat mata antar Febi dan Fitri pun berhenti ketika mereka mendengar suara Firdaus. “Waalaikumssalam” jawab mereka berdua seraya menatap kedatangan Firdaus. “Fitri, ayo kita pulang,” ujar Firdaus seraya menggandeng tangan Fitri. “Aku pulang dulu ya Feb” kata Fitri yang lama-kelamaan menghilang dari pandangan Febi.
Fitri datang sambil tersenyum mencurigakan. “Ada apa Fit?” Tanya Firdaus heran sambil bangun dari kasurnya. “Kakak tau kan, besok ada konser band amatir? Kakak janjian saja dengan Febi untuk bertemu di sana,” saran Fitri sambil terseyum tidak jelas. “Nah untuk itu aku ke sini. Sekarang coba pakai pakaian yang bagus yang kakak punya” lanjut Fitri. “Bener neh, baju yang mana?” Tanya Firdaus. “Kakak protes melulu neh, udah beruntung dibantu, eh masih ngelunjak aja,” kata Fitri cemberut. “Coba pake semua baju yang menurut kakak keren”.
Firdaus bingung harus memakai baju yang mana untuk pergi ke acara itu. Apakah yang bergaya super formal seperti kemeja, dasi, dan segala macamnya. Atau yang bergaya gaul seperti jaket, topi, dan teman-temannya. Sebenarnya Firdaus senang dengan suatu hal yang bergaya formal. Tapi sepertinya untuk acara yang satu ini dia lebih cocok dengan gaya gaulnya. Maka itu ia memilih kaos, jaket, topi, celana baggy dan macam-macam pernak-perniknya. Setelah keluar dari kamar mandi ia memperlihatkan apa yang ia pakai kepada adiknya yang tercinta. “Menurutku sih bagusan yang formal” komentar Fitri. “Cerewet, baju kayak gini kan lebih cocok sama gayaku. Lagipula kalo bergaya formal jadi nggak pas sama acaranya, bukannya begitu?” balas Firdaus kesal. “Ya udah, aku setuju,” kata Fitri pasrah. “Senyum dong, jangan masang tampang kayak gitu. Mengganggu pemandangan tau!” cemooh Firdaus. Walau berat Fitri mencoba untuk tersenyum. Walau yang diperlihatkan hanya senyum karena terpaksa. “Nggak apa-apa lah walau hanya senyum maksa,” kata Firdaus memaklumi adiknya itu. “Ini ada satu lagi,” kata Fitri menyerahkan selembar kertas. Isinya hampir sama dengan yang di berikan oleh Hassan. Tapi ini lebih lengkap. “Makasih ya Fitri. Sebenarnya aku sudah dapat yang seperti ini dari temanku. Tapi tak apalah. Ini juga isinya lebih lengkap. Dan ini juga diberikan oleh adikku yang tercinta” kata Firdaus sambil mencium pipi kiri Fitri. “Ihh, kakak bisa aja deh,” kata Fitri malu-malu. “Ya udah deh. Sana pergi. Aku ingin menenangkan diri di kamar sendirian,” ujar Firdaus. “Oke deh kak”. Sekarang Firdaus sendiri lagi di kamarnya.
Firdaus jadi teringat sesuatu yang terlupa. Ia lupa memberi tanda pada Check Listnya pada nomor 3 dan 5. Hati Firdaus cukup puas karena sudah menandai 4 misi. Walau masih ada 2 lagi yang masih belum terisi. Firdaus berpikir itu adalah perkara mudah, karena dia mempunyai banyak teman yang siap membantu untuk mendapatkan hati Febi.
Sekarang perasaan Firdaus tak sabaran menunggu hari esok. Sore itu mungkin akan menjadi sore terbaik dalam hidupnya. Dan akan menjadi kenangan manis yang tak akan terlupakan. Mungkin semanis gula. Dan lekat seperti lem.
Keesokan harinya Firdaus jadi bersemangat sekali. Waktu shalat subuh dia lebih dulu bangun. Saking semangatnya ia bangun lebih awal 1 setengah jam. dan masih sempat untuk membangunkan adiknya untuk meminta menemaninya bermain catur. Alhasil Fitri yang masih setengah sadar itu menolak dan langsung melanjutkan mimpi indahnya. Di sekolah Firdaus sangat bersemangat. Sehingga guru yang kebetulan mengajar mengatakan “Jarang banget Firdaus rajin begini. Perasaan sebelum ini males-malesan melulu.” Ada juga yang bilang “Bagus, tingkatkan prestasimu. Jangan di pertahankan sifat jelekmu. Sifat jelek kok dipelihara”. Pokoknya banyak komentar dari guru maupun teman yang mendukung. Ada juga sih yang menghina. Tapi semua karena kerajinan Firdaus. Saking rajinnya nich, dia selalu mengumpulkan pekerjaan rumah tepat 2 minggu setelah hari yang di tentukan. Bo’ong ding. Wataknya tidak seburuk tampangnya.
Setelah pulang Firdaus langsung bersiap-siap berangkat ke konser band amatir itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan band amatir. Yang ada difikirannya hanya pertemuannya dengan Febi. Karena tidak mau tampil jelek di hadapan Febi. Ia sampai mandi sebersih-bersihnya. Walau ini tak akan bisa menghilangkan wajah jelek dirinya, tidak jelek juga sih, tampangnya lumayan untuk anak seumuran dia. Firdaus juga nebeng parfum milik ayahnya. Tak peduli jika ayahnya tahu dan menyemburkan omelan dahsyatnya. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah agar dia bisa tampil sempurna di depan Febi.
Setelah melakukan persiapan seperlunya, atau bahasa inggrisnya di sebut “prepare” Firdaus berangkat ke sekolah untuk melihat konser band amatir. Fitri mengikuti kakaknya yang sudah memakai pakaian rapih. Namun pakaian Fitri tidak selengkap Firdaus. Ia hanya memakai yang sederhana saja. Ibu mereka menatap kepergiannya dengan tatapan curiga. Karena baru kali ini Firdaus mau datang ke konser band amatir. Padahal Firdaus hanya suka nonton konser band yang sudah ternama. Pasti ada apa-apa di balik niat untuk menonton konser itu.
Sepanjang perjalanan Firdaus selalu meimikirkan Febi hingga melamunlah dia. dan. Setiap Firdaus melamun Fitri selalu mengaggetkannya dengan beberapa trik kuno yang di ajarkan oleh temannya yang bernama “Balqis”. Tapi kadang-kadang ia juga di ajarkan oleh temannya yang lain. Seperti “Hazi”, “Anita”, dan kawan-kawannya yang suka usil.
Akhirnya mereka berdua sampai di depan gerbang sekolah mereka. Sekolah tampak ramai dengan murid-murid dan beberapa personil band. Buat Firdaus itu semua Cuma dianggap angin kosong. “Kak, aku saranin kalo mau ketemu Febi nanti aja. Nunggu matahari terbenam biar lebih romantis. Tapi romantis di sini bukan kepanjangan rokok makan gratis lho,” saran Fitri. Tapi Firdaus tak mempedulikan itu. Karena tujuannya ke sini hanya untuk Febi. Bukan karena band yang jelek bagi Firdaus. Dia berjalan meninggalkan Fitri yang sedang mengamati keadaan sekitar.
Saat Firdaus sedang berjalan melalui lorong-lorong kelas tiba-tiba ada seseorang yang mengaggetkannya. Firdaus pun berteriak “ADA SETAN”. BLETAK! Orang itu menjitak Firdaus karena penghiburan yang sangat meng… mengembirakan itu. “Kau mau bertemu Febi kan ? ya udah, ikuti aku, bahasa inggerisnya polow mi” ujar cowok tadi. “Maksudmu apa Dhanny” omel Firdaus. “Aku ingin mengajak kau ke tempat Febi. Kau ikut sajalah dengan ku. Kau pasti tak akan menyesal punya teman yang seperti aku ini” kata Dhanny pe-de. Firdaus diam. Dia mengikuti Dhanny. “ternyata Dhanny tangan kanan Febi. Kalo tangan kiri buat cebok sih” pikir Firdaus ngeres sambil mengikuti langkah Dhanny yang bertempo sedang.
Di lapangan ternyata Fitri juga sudah siap membuat rencana yang sengaja di rahasiakan. Sementara itu Febi juga berada di sebuah tempat yang Fitri juga tidak tahu. Dalang di balik semua ini juga masih ikhfa alias samar-samar. Satu-satunya yang sudah izdhar atau jelas adalah bahwa Firdaus menyukai Febi.
Akhirnya Firdaus dan Dhanny sampai di tujuan. Tapi tak terlihat ada tanda-tanda kehidupan. “Dhanny, mana Febi?!” bentak Firdaus. Dengan santainya Dhanny menuju pinggir bangunan dan menunjuk ke bawah. “Itu, Febi yang sedang bercanda dengan temannya di lapangan” kata Dhanny santai. “BEGO” cemooh Firdaus langsung turun ke lantai 1. Semua menyusun rencana. Kecuali Hassan yang sedang enak-enakan menonton band dengan pandangan kosong, Sembari menjilat es-krim.
Firdaus menuju lapangan dan langsung mencari kehadiran Febi yang begitu di tunggunya. Saat sedang berjalan mencari-cari Febi. Firdaus di peluk dari belakang oleh seseorang. “kak. Mencarinya nanti saja. Sekarang kakak lihat konser dulu” kata Fitri manja. Hati Firdaus jadi luluh mendengarnya. Ia pun menuruti Fitri. “Ya udah. Aku sih tak tau apa yang kau rencanakan. Tapi kalo kamu yang ngerencanain pasti berhasil” kata Firdaus menghibur Fitri. Mereka berdua menyaksikan konser itu.
Setelah 3 sampai 4 jam kemudian. Sekitar jam 8 kurang. Akhirnya Fitri melepaskan Firdaus untuk mencari di mana Febi. Mudah-mudahan tidak ada lagi yang mengganggu Firdaus. Tapi tetap tidak jua ditemukan sosok Febi. Setelah lama mencari ia pun pasrah dan menenangkan diri di atap sekolah. Saat sedang melamun di atap sekolah. Firdaus di sapa oleh seseorang yang dia kenal. Tidak lain ialah Febi. “Halo kak Firdaus, sedang apa di sini ?” sapa Febi sambil tersenyum ramah. Firdaus jadi salah tingkah. “Eee… aku lagi nyari udara sejuk doang kok. Kamu sendiri ngapain ke sini ?” kata Firdaus sambil mencari perhatian lain. “Sudah, jangan cari pembicaraan lain” kata Febi tenang. “Iya baik… Feb…” sebenarnya aku suka kamu. Maukah kau jadi pacarku” ucap Firdaus nekat. Padahal belum ada seorangpun yang berani mengucapkan itu. Tapi kenapa Firdaus sangat berani mengucapkannya ?
“Sebenarnya aku juga suka kamu. Aku selalu melihatmu saat MOS berlangsung. Kau sangat keren” kata Febi malu-malu kucing. “Tapi... walaupun aku suka kamu, kuharap kau tidak terlalu berharap. Kita jadi teman saja ya,” lanjut Febi sambil merapihkan kerudungnya. Firdaus diam saat Febi berbicara. Benar-benar diam. Dia menyimak kata demi kata yang di lontarkan dari mulut Febi, dan tersenyum puas.”Baiklah Feb, aku menerima kita jadi sahabat ya, lagian kita juga masih kecil, tapi aku puas lho sudah mencurahkan perasaanku “ jawab Firdaus tanpa ada rasa kecewa.
Sekarang kerja keras dari Hassan, Fitri, dan Dhanny membuahkan hasil. Walaupun Dhanny lah yang paling sedikit membantu. Namun mereka semua sangat menikmati tantangan dan pekerjaan mereka. Semoga kita juga terus menikmati hidup ini dengan berjuang, berkerja keras semaksimal mungkin, dan bersyukur dengan apa yang ada.


-End-

0 komentar nya: